1. Aman dan Damai Bila dipelajari dengan seksama
pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam
masyarakat seperti masalah perkawinan, sistem kekerabatan, kedudukan
tanah pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu,kiranya kita dapat
membaca konsep-konsep hidup dan kehidupan yang ada dalam pikiran
nenek-moyang kita.
Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan itu, kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita.
Tujuan hidup itu adalah: BUMI SANANG PADI MANJADI TARANAK BAKAMBANG BIAK
Rumusan
menurut adat Minang ini, agaknya sama dengan masyarakat yang aman damai
makmur ceria dan berkah, seperti diidamkan oleh ajaran Islam yaitu
"Baldatun Taiyibatun wa Robbun Gafuur". Suatu masyarakat yang aman damai
dan selalu dalam penmgampunan Tuhan. Dengan adanya kerukunan dan
kedamaian dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan
kehidupan yang lebih makmur. Dengan bahasa kekinian dapat dikatakan bila
telah tercapai stabilitas politik, barulah kita mungkin melaksanakan
pembangunan ekonomi.
2. Masyarakat nan "Sakato"
Kalau
tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai
makmur dan berkah , maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu
ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus
diciptakan. Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai
bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat. Yang dimaksud
dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang,
yang mempunyai sifat dan watak seperti diuraikan diatas. Manusia dengan
kualitas seperti itulah yang diyakini adat Minang yang akan dapat
membentuk suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wahana)
yang akan membawa kepada tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu
masyarakat yang aman damai makmur dan berkah.
Suatu Baldatun
Taiyibatun Wa Robbun Gafuur. Corak masyarakat idaman menurut kacamata
adat Minang adalah masyarakat nan "sakato".
3. Unsur-unsur Masyarakat nan Sakato
Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato.
Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat. Keempat unsur itu adalah:
a. Saiyo Sakato
Menghadapi
suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan
dan pendirian antar orang satu dengan yang lain sesuai dengan yang lain
dengan pepatah "kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain".
Perbedaan
pendapat semacam ini adalah sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun
kalau dibiarkan berlanjut, maka akan berakibat masalah itu takkan
terselasaikan. Pekerjaan itu akan terkatung-katung. Karena itu harus
selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan adat Minang
adalah melakukan musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk
melanjutkan pertengkaran.
Keputusan boleh bulat (aklamasi) tapi boleh juga gepeng atau picak
(melalui voting). Adat Minang tidak mengenal istilah "Sepakat untuk
tidak se-Mufakat". Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada
kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak.
Keluar kita tetap utuh dan tetap satu. Setiap individu Minang disarankan
untuk selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya.
Adat Minang
tidak terlalu memuja kemandirian (privacy) menurut ajaran
individualisme barat. Adat Minang mengajarkan supaya membiasakan
berembuk dengan lingkungan kendatipun menyangkut masalah pribadi. Dengan
demikian adat Minang mendorong orang Minang lebih mengutamakan
"kebersamaan" kendatipun menyangkut urusan pribadi. Kendatipun seorang
individu Minang menduduki posisi sebagai penguasa seperti dalam
kedudukan mamak-rumah atau pun Penghulu Andiko maka keputusan tidak
mungkin juga diambil sendiri. Karena itu sikap otoriter tidak pernah
disukai rang-orang Minang.
Adat Minang sangat mendambakan persatuan dan kesatuan dalam
masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan kesatuan itu
akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai. Mereka
memahami pula dalam hidup berkelompok dalam masyarakat akan selalu
terdapat silang selisih, marah dan sengketa akan selalu terjadi. Antara
sanduak dan periukpun tak pernah sunyi akan selalu ada kegaduhan. Namun
demikian orang Minang mempunyai dasar filosofi yang kuat untuk
mengatasinya.
Adat Minang akan selalu mencoba memelihara
komunikasi dan kemungkinan berdialog. Karena dengan cara itu segala
masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minang
menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk. Dalam
mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu
memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala terpaksa menguras tenaga.
Namun demikian musyawarah tetap diupayakan
b. Sahino Samalu Kehidupan kelompok sesuku sangat erat.
Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka
bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat. Jarak antara "kau dan aku"
menjadi hampir tidak ada. Istilah "awak" menggambarkan kedekatan ini.
Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara "awak samo awak",
semuanya akan menjadi mudah. Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini,
menjadikan harga diri individu, melebur menjadi satu menjadi harga diri
kelompok suku.
Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam
pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila
suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak
membela nama baik sukunya.
c. Anggo Tanggo
Unsur ketiga yang dapat membentuk
masyarakat nan sakato, adalah dapat diciptakannya pergaulan yang tertib
serta disiplin dalam masyarakat.
Hal ini berarti bahwa setiap
anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang,
serta mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat.
Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan.
Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan. Dengan
demikian ketertiban dan ketentraman akan selalu terjaga.
d. Sapikua Sajinjiang
Dalam masyarakat yang komunal, semua
tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi
keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat
sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum,
bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung
mendukung. Dengan masyarakat nan sakato ini diharapkan akan dapat
dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai konsep yang
diciptakan nenek moyang orang Minang.
BUMI SANANG PADI MANJADI
PADI MASAK JAGUNG MAUPIA
ANAK BUAH SANANG SANTOSA
TARANAK BAKAMBANG BIAK
BAPAK KAYO MANDE BATUAH
MAMAK DISAMBAH urang PULO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar